Kendali – Komunitas Wartawan Kota Tidore Kepulauan (Kwatak) angkat bicara terkait dugaan tindakan represif yang dilakukan oleh petugas pasar terhadap salah satu wartawan, Udin Yaser.
Dugaan tindakan kekerasan ini berawal dari pengosongan Tempat Kuliner Nasbag Boltim yang berlokasi di Kawasan Tugulufa pada Kamis (20/2/2025) pekan lalu.
Ketua Kwatak, Suratmin Idrus, menegaskan bahwa tindakan kekerasan dalam bentuk apa pun tidak dapat dibenarkan. Namun, ia menekankan bahwa perlu melihat akar masalah yang memicu insiden tersebut.
Menanggapi kejadian itu, Kwatak menggelar pertemuan internal untuk membahas insiden yang terjadi, mengingat beberapa anggotanya turut melakukan peliputan saat pengosongan kedai berlangsung.
“Dari peristiwa yang terjadi, kami melihat bahwa Udin sebenarnya diamankan oleh petugas karena dianggap memprovokasi situasi saat itu,” ujar Suratmin usai pertemuan dengan anggota Kwatak, Senin (24/2/2025).
Ia menambahkan, tindakan Udin juga disaksikan oleh banyak orang, termasuk anggota Kwatak yang berada di lokasi. Udin disebut terlihat marah-marah kepada petugas yang tengah menjalankan tugasnya.
Menurutnya, sikap tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 1 Ayat 1 tentang kegiatan jurnalistik.
“Kegiatan jurnalistik mencakup mencari, memperoleh, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi melalui berbagai media. Namun, menghadapi petugas secara langsung di lokasi kejadian bukanlah bagian dari tugas wartawan,” tegasnya.
Suratmin menegaskan bahwa jurnalis harus bersikap independen dan profesional sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik yang tertuang dalam Undang-Undang Pers Pasal 7 Bab III Ayat 2.
“Dalam konteks ini, Udin bertindak di luar etika jurnalistik karena mengintervensi jalannya pengosongan kedai,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menyayangkan tindakan Udin yang menjabat sebagai Kepala Biro Tidore di salah satu media online.
“Kami tidak mempermasalahkan pemberitaan terkait polemik antara pemerintah dan pemilik kedai. Yang kami soroti adalah tindakan oknum yang mengatasnamakan wartawan tetapi belum memahami kode etik jurnalistik,” cetusnya.
Sementara itu, Kepala UPTD Pasar Sarimalaha Kota Tidore Kepulauan, Andi Abd Salam, menegaskan bahwa tindakan pengamanan terhadap Udin merupakan tanggung jawabnya sebagai kepala pasar yang berwenang atas lokasi kuliner di Tugulufa.
“Waktu itu saya perintahkan untuk mengamankan Udin karena dia sudah bertindak seperti orang kesurupan dan marah-marah tanpa kendali,” ungkapnya.
Andi menambahkan, sebelum pengosongan kedai dilakukan, ia telah menginstruksikan petugasnya untuk tidak bertindak represif terhadap pemilik kedai. Namun, jika ada pihak lain yang menghalangi tugas petugas dan berpotensi menimbulkan konflik, tindakan pengamanan perlu dilakukan.
“Udin ini bukan pemilik kedai, tetapi dia berperilaku seolah-olah sebagai pemilik. Oleh karena itu, kami mengamankan yang bersangkutan agar situasi tidak semakin memanas,” jelasnya.
Terkait kabar bahwa Wali Kota Tidore ikut memerintahkan pengamanan terhadap Udin, Andi membantahnya.
“Itu tidak benar. Saat kejadian, Wali Kota sedang berada di Jakarta untuk menghadiri pelantikan,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa tindakan pengamanan terhadap Udin merupakan keputusan spontan untuk mencegah konflik yang lebih besar.
“Saya menghormati profesi wartawan, tetapi yang membuat saya bingung adalah sikap Udin yang menggunakan kartu pers, tetapi bertindak tidak seperti wartawan pada umumnya,” pungkasnya.