Kendali– Ribuan Masyarakat Kota Tidore Kepulauan kemudian menggelar aksi apel siaga yang bertempat di Halaman Kadaton Kesultanan Tidore, Kelurahan Soasio, Kecamatan Tidore, Kamis, (17/7/25).
Dalam aksi tersebut, Warga mendesak Sultan Tidore, H. Husain Alting Sjah, agar dapat bersikap secara resmi terkait status Sofifi sebagai Ibu Kota Provinsi Maluku Utara, dan setia mempertahankan Wilayah Adat Kesultanan Tidore.
Selain Pihak Kesultanan, Pihak Pemerintah Daerah Kota Tidore Kepulauan, dalam hal ini Wali Kota, Muhammad Sinen dan Wakil Wali Kota, Ahmad Laiman, juga ikut disandera ribuan Warga, agar tidak gegabah dalam mengambil Keputusan Politik yang berkaitan dengan DOB Sofifi.
Pasalnya, akibat dari wacana DOB Sofifi, telah membuat Masyarakat Kota Tidore terpecah belah. Olehnya itu, jika DOB Sofifi sampai terjadi, maka sudah tentu akan melahirkan peperangan.
“Jika Sultan, Wali Kota, Wakil dan DPRD tidak berani menolak DOB Sofifi, maka sebaiknya berhenti saat ini juga,” tegas salah satu orator dalam aksi tersebut.
Menyikapi hal itu, Wali Kota Tidore Kepulauan, Muhammad Sinen, mengaku sampai saat ini pihak Pemerintah Kota Tidore Kepulauan, belum menerima dokumen pengusulan DOB Sofifi yang dibuat oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan Majelis Rakyat Kota Sofifi (Markas).
Wali Kota menjelaskan, Pemekaran Kota Sofifi harusnya dimulai dari Keputusan Musyawarah desa, persetujuan DPRD Kota Tidore, dan Wali Kota Tidore. Bukan saja sebatas persetujuan DPRD Provinsi maupun Gubernur.
Hal ini jelas tertuang dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, pasal 37 huruf b, dan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, Pasal 5 ayat 2.
“Sejauh ini kami belum mengantongi syarat formil yang diusulkan oleh sekelompok orang yang menginginkan adanya DOB Sofifi, bahkan untuk batas wilayah DOB Sofifi pun kami tidak tau dari mana sampai dimana,” tegas Wali Kota Tidore, Muhammad Sinen, saat ditemui di Kedaton Kesultanan Tidore, usai di demo masa aksi.
Ketua DPD PDIP Provinsi Maluku Utara ini mengaku, jika benar persoalan DOB adalah keinginan Masyarakat Oba. Maka harusnya diketahui oleh DPRD Kota Tidore, karena persoalan DOB adalah persoalan politik. Mengingat, untuk pemekaran suatu daerah, membutuhkan biaya yang sangat besar dan proses yang cukup panjang.
“Sebagai Wali Kota, saya mohon kepada Presiden dan Mendagri, agar dapat menghargai sejarah besar yang telah ditorehkan Sultan Tidore untuk bergabung dengan Indonesia, jangan karena adanya tuntutan sekelompok orang yang belum jelas soal DOB Sofifi, malah menjadi sumber malapetaka di negeri ini,” tandasnya.
Senada disampaikan Ketua DPRD Kota Tidore, Ade Kama, ia mengatakan usulan DOB ini ada mekanisme yang harus dilalui. Pertama, harus adanya Keputusan Musyawarah Desa/Kelurahan yang mau dimekarkan untuk Kabupaten/Kota tertentu yang disampaikan ke Wali Kota.
Setelah usulan itu disampaikan ke Wali Kota, baru Wali Kota kemudian mengajukan ke DPRD. Setelah itu, DPRD kembali meminta ke Wali Kota untuk membentuk Tim kajian, guna mengkaji usulan tersebut. Setelah itu, hasil kajian itu dijadikan sebagai lampiran untuk disampaikan ke DPRD guna dilakukan pengambilan keputusan secara politik.
“Kegaduhan ini dilakukan oleh Provinsi, sampai sekarang proses seperti ini tidak pernah jalan. Bahkan kami dari DPRD juga tidak dilibatkan dalam proses pengusulan DOB Sofifi,” pungkasnya.
Sementara, Sultan Tidore, H. Husain Alting Sjah, mengatakan, pada masa pemekaran Provinsi Maluku Utara, dirinya adalah pelaku sejarah, saat itu ia masih menjabat sebagai Kapita Laut Kesultanan Tidore.
Pada saat Pemekaran Provinsi Maluku Utara itu terjadi, sempat adanya perdebatan yang begitu sengit antara Tidore dan Ternate terkait penetapan Ibu Kota Provinsi.
Untuk menengahi perdebatan itu, Pemerintah Pusat kemudian menetapkan Kota Ternate sebagai Ibu Kota Sementara, dan Kota Tidore Kepulauan sebagai Ibu Kota definitif Provinsi Maluku Utara yang bertempat di Sofifi.
“Bagi yang mengaku Orang Tidore, saatnya kita bangkit. Jangan tidur dan terlelap dengan suasana seperti ini. Sebab Orang yang paling cinta terhadap Republik Indonesia adalah orang Tidore, tidak perlu ragu akan hal ini,” ajaknya.
Koordinator Presidium Rakyat Tidore, Jaenudin Saleh, menambahkan, aksi yang dilakukan ini, merupakan respon Masyarakat Tidore atas manuver sepihak Gubernur Sherly Tjoanda, politisi lokal, dan elite Nasional tanpa mendengar aspirasi Rakyat Tidore.
Untuk itu, ia mendesak Gubernur Sherly Tjoanda, DPRD Provinsi Maluku Utara, agar fokus pada percepatan pembangunan infrastruktur di sofifi sebagai Ibu Kota Provinsi Maluku Utara, dan menghentikan wacana DOB Sofifi.
Selain Gubernur, Menteri dalam Negeri, Tito Karnavian juga didesak untuk meminta maaf kepada Masyarakat Tidore atas pernyataannya mengenai DOB Sofifi dihadapan Komisi II DPR RI, yang dianggap melukai perasaan Rakyat Tidore.
“Pasca Apel Siaga di Kedataon, dalam waktu dekat kami juga akan melakukan apel siaga di Kantor Gubernur Provinsi Maluku Utara dan DPRD Provinsi, apel siaga yang dilakukan nanti akan melibatkan semua perangkat adat dan Masyarakat Kota Tidore,” tegasnya.