Kendali — WALHI Maluku Utara bersama warga Desa Kawasi, Pulau Obi, menggelar aksi protes terhadap pemutaran film dokumenter Ngomi O Obi produksi TV Tempo dan PT Harita Nickel. Aksi berlangsung di Studio 6 XXI Jatiland, Senin (14/07), saat pemutaran dan diskusi film berlangsung. Para peserta aksi membentangkan spanduk dan poster sambil menyuarakan keberatan mereka terhadap isi film yang mereka nilai sebagai propaganda perusahaan dan penyesatan publik.
Film tersebut dianggap tidak menyampaikan kebenaran yang sedang dialami masyarakat Kawasi: penggusuran lahan dan hutan, relokasi paksa kampung adat, pencemaran laut dan udara, serta intimidasi terhadap warga yang menolak tunduk pada perusahaan. “Yang mereka sebut pembangunan, bagi kami adalah malapetaka yang berlangsung setiap hari,” ujar salah satu warga Kawasi.
Pulau Obi, khususnya Desa Kawasi, kini menjadi ruang yang semakin tertutup. Setiap tamu disaring dan diinterogasi, aparat berjaga demi kepentingan korporat. Warga yang melawan diintimidasi, dikriminalisasi, bahkan diasingkan dari tanahnya sendiri. Namun, semua penderitaan ini luput dari narasi film dokumenter Ngomi O Obi, yang justru menjual mitos-mitos kemajuan tanpa menyentuh luka-luka ekologis dan sosial yang ditinggalkan tambang.
Protes tersebut diikuti oleh insiden intimidasi lanjutan. Pada malam hari sekitar pukul 23.45, lima orang anggota Brimob Polda Maluku Utara mendatangi kantor WALHI Maluku Utara tanpa surat tugas dan di luar jam resmi. Mereka menanyakan tujuan aksi yang dilakukan sebelumnya. Ketika diminta untuk kembali di jam kerja, justru terjadi perdebatan. DALIH soal “etika bertamu” dilontarkan, namun kedatangan mereka sendiri adalah bentuk nyata dari tekanan psikologis pasca-protes.
Keesokan harinya (15/07), pemutaran film kembali dilakukan di lantai 4 Gedung Rektorat Universitas Khairun. Pengamanan diperketat dengan kehadiran puluhan aparat berseragam dan intel. Warga dan aktivis WALHI dilarang masuk. Di luar gedung, aksi damai kembali dilakukan dan kembali dibubarkan secara paksa. Seorang mahasiswa yang berhasil masuk dan mengangkat poster ditarik keluar dengan kasar—kancing bajunya lepas dan bahunya tergores.
Atas situasi ini, WALHI Maluku Utara dan warga Kawasi menuntut:
Polda Maluku Utara segera menghentikan tindakan intimidasi terhadap aktivis lingkungan dan masyarakat sipil yang sedang menjalankan hak konstitusionalnya;
Kapolda Maluku Utara mengevaluasi dan menindak tegas anggota Brimob yang melakukan pendekatan represif terhadap ruang-ruang demokrasi;
Pihak keamanan kampus dan aparat terkait bertanggung jawab atas tindak kekerasan terhadap mahasiswa di Universitas Khairun;
TV Tempo, PT Harita Nickel, dan unsur akademik yang terlibat menghentikan produksi dan penyebaran film dokumenter yang menyesatkan publik dan memanipulasi penderitaan masyarakat terdampak;
Pemerintah pusat dan daerah segera melakukan audit ekologis dan sosial secara independen terhadap praktik pertambangan di Pulau Obi—dengan melibatkan masyarakat sipil dan warga terdampak secara langsung.