Kendali – Sebuah kabar mengejutkan datang dari Polandia: lukisan Sultan Tidore ke-22, Sultan Saifuddin, dipamerkan secara istimewa di Museum Czartoryski, Krakow. Lukisan ini bukan hanya bagian dari koleksi seni biasa, tetapi dikategorikan sebagai warisan sejarah Polandia yang bernilai tinggi, setara dengan lukisan para Gubernur Hindia Belanda dan tokoh-tokoh penting Eropa lainnya dari abad ke-16 dan 17.
Informasi ini disampaikan langsung oleh Adam Spodaryk, asisten profesor seni lukis dan patung Eropa dari Museum Czartoryski, dalam sebuah sesi diskusi daring melalui Zoom. Menurutnya, lukisan Sultan Saifuddin bukan sekadar potret visual, tetapi juga dokumen sejarah visual yang merekam jejak diplomasi dan relasi global Tidore pada masa kolonial.
“Dari busana megah yang dikenakan, hingga bordiran kepala yang diduga terbuat dari emas dan dikerjakan oleh pengrajin Tidore, lukisan ini memiliki nilai estetika dan sejarah yang luar biasa,” ujar Adam.
Museum Czartoryski sendiri merupakan salah satu museum tertua dan paling prestisius di Eropa Timur. Didirikan oleh Princess Izabela Czartoryska, koleksi museum ini awalnya merupakan upaya pribadi sang putri untuk mengumpulkan artefak seni dan sejarah dari seluruh penjuru dunia. Museum pertama kali berdiri di The Gothic House di Pulawy pada tahun 1801, dan pada 1809-1831 berkembang menjadi pusat seni dan sejarah penting di Polandia.

Namun, koleksi museum sempat terancam saat terjadi pemberontakan besar di Polandia pada tahun 1830, dikenal sebagai The November Uprising. Demi menyelamatkan artefak penting, termasuk lukisan Sultan Saifuddin, pihak museum terpaksa mengungsikan sebagian koleksi ke Prancis. Koleksi tersebut baru kembali ke Krakow setelah situasi politik stabil.
Lukisan Sultan Saifuddin sendiri didapat dari Belanda melalui proses lelang barang antik pada tahun 1769, bersamaan dengan lukisan-lukisan Gubernur Hindia Belanda. Saat pertama kali dibeli, lukisan itu masih diberi label “Raja Ternate”—sebuah kekeliruan yang kemudian dikoreksi menjadi Sultan Saifuddin Tidore.
Menurut Adam, lukisan itu berukuran 32 cm x 25 cm dan memiliki kemiripan gaya dengan potret-potret penguasa kolonial dari abad ke-16 dan 17. Sayangnya, hingga kini belum ditemukan siapa pelukis aslinya. Namun, gaya lukisan memperlihatkan teknik khas seniman Eropa yang pernah bekerja di Asia Tenggara.
Dalam sesi diskusi, Saiful Bahri Ruray, peneliti dan politisi senior asal Maluku Utara, menekankan pentingnya momentum ini sebagai langkah diplomasi budaya. Ia mendorong agar Pemerintah Provinsi Maluku Utara maupun Pemerintah Kota Tidore menjalin kerjasama resmi dengan Pemerintah Polandia melalui program sister city dan residensi budaya.
“Lukisan ini adalah bukti bahwa Sultan Saifuddin tidak hanya tokoh lokal, tetapi tokoh dunia. Tidore hari ini punya peluang untuk membangun diplomasi sejarah dan budaya dengan Eropa Timur,” tegas Saiful Ruray.
Sekilas Tentang Sultan Saifuddin:
Sultan Saifuddin adalah tokoh sentral dalam sejarah diplomasi dan perlawanan kolonial di kawasan Timur Nusantara. Kepemimpinannya dikenal tegas dalam menjaga kedaulatan wilayah serta menjalin hubungan diplomatik dengan berbagai kekuatan global, termasuk Kesultanan Utsmaniyah dan Eropa. Biografi singkatnya dapat dibaca di: Sultan Saifuddin – LEFO.ID