Kendalikek

Apakah Musisi Maluku Utara Bisa Hidup dari Musik? Begini Kata Is Pusakata

298
×

Apakah Musisi Maluku Utara Bisa Hidup dari Musik? Begini Kata Is Pusakata

Sebarkan artikel ini
Mohammad Istiqamah Djamad ( Vokalis Is Pusakata )

Kendali– Di balik denting nada dan senyapnya ruang rekaman, pertanyaan itu kembali muncul: “Apakah kita bisa hidup dari musik?” — dan jawaban itu datang, lantang dan jujur dari seorang musisi yang telah menempuh jalan panjang: Is Pusakata.

Dalam sebuah talk show hangat bertajuk “Persiapan Album KONG III” di Kota Ternate, Is—sapaan akrab Mohammad Istiqamah Djamad, mantan vokalis Payung Teduh—berbicara tanpa tedeng aling-aling.

“Kalau kalian masih bertanya apakah bisa hidup dari musik, mungkin lebih baik cari pekerjaan lain dulu. Karena jadi musisi itu bukan cuma soal panggung dan tepuk tangan. Ada tanggung jawab besar, proses yang panjang, dan biaya yang tak sedikit,” ujar Is, dengan nada serius tapi penuh empati.

Ia mengajak para musisi Maluku Utara untuk berhenti memelihara anggapan bahwa karya harus “pergi ke Jawa” agar diakui atau dapat panggung. Baginya, justru keterbatasan geografis itulah yang menjadi kekuatan dan tantangan tersendiri.

“Album KONG ini, sudah jadi bukti bahwa musik bisa tumbuh dan hidup di Maluku Utara. Berkarya dari sini. Ternate, Tidore, Pulau Maitara—semuanya penuh cerita dan bunyi-bunyi yang bisa jadi lagu,” katanya penuh semangat.

Foto Bersama Para Musisi Ternate Bersama Pusakata dalam diskusi Album KONG III di Cafe Kblakang BTN Ternate.

Menurut Is, Maluku Utara adalah ladang imajinasi. Laut yang membentang, gunung yang diam, pulau-pulau yang berbisik. Semuanya bisa menjadi lirik, bisa jadi nada. Tapi yang terpenting, katanya, adalah persatuan di antara para musisi.

“Pekerjaan rumah kita satu: bagaimana bisa bersatu. Bukan soal ego atau genre, tapi soal bagaimana karya kita bisa hidup lintas generasi,” tegasnya.

Dalam nada yang sama, ia menekankan bahwa seni adalah kerja kolaborasi. Dari proses membuat album, mendesain sampul, menulis lirik, hingga produksi rekaman, semuanya adalah kerja kolektif.

“Nggak perlu tunggu diundang ke Synchronize Fest atau Pesta Pora. Bikin festival sendiri di Ternate. Cetak karcis. Jual karya. Hidup dari kreativitas sendiri. Itu mungkin banget!” ucap Is, mengajak berpikir mikro untuk dampak makro.

Ia juga berbagi kisah kreatifnya saat mencipta lagu Pejamkan Matamu yang terlahir di danau Tolire. Sebuah karya yang hadir secara spontan, direkam langsung, dan sampai ke telinga khalayak luas.

“Saya percaya, kalian juga bisa. Tapi ya, harus ada yang dikorbankan. Pengalaman kami dulu lebih pahit. Banyak pengorbanan, banyak air mata sebelum ada yang disebut Payung Teduh,”kenangnya.

Pertanyaan “apakah bisa hidup dari musik?” bagi Is bukan sekadar soal uang. Tapi soal pilihan: “Kita mau hidup dari musik, atau hidup untuk musik?”

“Kalau tidak mau berjuang, jangan jadi musisi. Karena kerja musik itu detail, dan hanya mereka yang mau mendengar hal-hal yang tak terlihat yang bisa bertahan,” katanya sambil tersenyum.

Is bahkan sempat berseloroh, “Kalau musisi sudah jadi politisi, itu bahaya. Karena dia dengar frekuensi yang tidak didengar siapa pun.”

Menutup pertemuan, ia memuji semangat kolaborasi musisi Maluku Utara yang tergabung dalam Album KONG. Baginya, album ini bukan hanya karya, tapi sebuah pernyataan sikap.

“Kalian sudah keren. Kalian sudah hidup dengan prinsip kalian sendiri. Album KONG itu luar biasa,” pungkas Is Pusakata dengan nada penuh kebanggaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *