News

Nickel Scars Foto Kerusakan Lingkungan Maluku Utara di Jakarta International Photo Festival 2025

26
×

Nickel Scars Foto Kerusakan Lingkungan Maluku Utara di Jakarta International Photo Festival 2025

Sebarkan artikel ini
Adlun Fiqri saat sesi diskusi bersama Fotografer dan pengunjung di Jakarta International Photo Festival (JIPFes) di Galeri Emiria Soenassa, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat.

kendali – Jakarta International Photo Festival (JIPFest) kembali dilaksanakan pada 12 – 21 September 2025 di Galeri Emiria Soenassa, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat.

Sebagai edisi ke-5 tahun ini, JIPFest mengangkat tema “COEXSISTENCE” untuk mengeksplorasi bagaimana teknologi dan fotografi saling mempengaruhi dan membentuk realitas baru di era digital.

JIPFest 2025 menghadirkan lebih dari 300 karya dari 21 fotografer asal Indonesia dan mancanegara. “Karya-karya itu mencerminkan bagaimana manusia, alam, dan teknologi saling beririsan,” kata Yoppy Pieter, kurator festival.

Karya Adlun Fiqri saat di tampilkan di pameran Jakarta International Photo Festival (JIPFes ) Tahun 2025.

Dari sejumlah karya foto yang dipamerkan, salah satunya mengangkat isu kerusakan lingkungan di Maluku Utara. Karya tersebut berjudul “Nickel Scars” yang dikemas dalam sebuah foto esai oleh Adlun Fiqri, fotografer dokumenter asal Halmahera Tengah.

“Saya menelusuri jejak luka yang disebabkan perluasan tambang nikel di wilayah Teluk Weda, Teluk Buli, dan Pulau Obi, Maluku Utara,” ujar Adlun yang juga dikenal sebagai aktivis lingkungan Gerakan Save Sagea.

Adlun bercerita, esai foto yang dipamerkan merupakan dokumentasinya sepanjang tahun 2020 hingga 2023 saat berkeliling ke wilayah yang terdampak nikel.

Menurutnya, dalam satu dekade terakhir pertambangan nikel telah mengeksploitasi Halmahera dan pulau-pulau kecil disekitarnya secara membabi buta. Hutan dan pesisir yang dulunya menjadi rumah bagi komunitas lokal dan keanekaragaman hayati kini berubah menjadi zona krisis ekologis.

“Industri nikel yang diklaim sebagai solusi transisi energi justru melahirkan konflik sosial-ekologis dan sarat pelanggaran hak asasi manusia,”pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *