News

Karst Sagea di Ujung Tanduk: Rencana Tambang yang Mengancam Nadi Kehidupan

25
×

Karst Sagea di Ujung Tanduk: Rencana Tambang yang Mengancam Nadi Kehidupan

Sebarkan artikel ini
Formasi speleothem raksasa di dalam Gua Bokimaruru, salah satu keajaiban alam di Kawasan Karst Sagea, Halmahera Tengah. Kawasan ini menyimpan air tanah, menyokong ekosistem, dan memiliki nilai ilmiah tinggi. Rencana tambang PT GMI mengancam keberlangsungan fungsi ekologis dan warisan alam tak tergantikan ini. (Foto: Save Sagea)

Kendali—Penolakan terhadap rencana penambangan batu gamping di kawasan Karst Sagea semakin lantang terdengar. Pada Selasa, 12 Agustus 2025, Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah di bawah panduan Wakil Bupati Ahlan Jumadil menggelar sosialisasi rencana operasi PT Gamping Mining Indonesia (GMI). Perusahaan ini diketahui berencana mengeruk kawasan karst seluas 2.539 hektare—sebuah bentang alam yang selama ini menjadi penopang kehidupan warga Sagea.

Sosialisasi tersebut berlangsung di ruang rapat bupati, menghadirkan 25 instansi dan lembaga termasuk karang taruna. Namun bagi warga dan pegiat lingkungan, pertemuan itu hanyalah panggung legitimasi politik demi memuluskan kepentingan industri ekstraktif. Mereka melihat pemerintah daerah, di bawah kepemimpinan Ikram Malan Sangadji, justru berperan sebagai perpanjangan tangan korporasi tambang.

Bagi masyarakat, Karst Sagea bukan sekadar hamparan batu kapur. Ia adalah sumber air, pusat tata ekologi, dan tulang punggung ekonomi desa. Statusnya sudah jelas: dilindungi oleh berbagai aturan. Dalam RPJMN 2025–2029, Goa Bokimaruru yang berada di kawasan ini ditetapkan sebagai salah satu dari tiga kawasan prioritas konservasi di Maluku Utara. Peraturan Daerah Provinsi Maluku Utara No. 3 Tahun 2024 menegaskan fungsi Karst Sagea sebagai pengatur alami tata air dan penyimpan air tanah permanen. Bahkan, Peraturan Bupati Halteng No. 35 Tahun 2023 telah memasukkannya sebagai bagian dari pengembangan Geopark Halmahera Tengah.

Julfikar Sangaji, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Maluku Utara, menegaskan bahwa Karst Sagea memiliki nilai yang jauh melampaui sekadar tumpukan batu kapur. “Lebih dari sekadar regulasi, Karst Sagea menyimpan nilai ilmiah tinggi, menjadi lokasi penelitian dan penyelidikan ilmiah, serta destinasi ekowisata gua dan air yang memberi penghidupan bagi masyarakat. Menghancurkannya sama saja memutus nadi kehidupan yang telah terjalin selama ratusan tahun. Karena itu, suara penolakan datang tegas: rencana tambang PT GMI harus dihentikan. Pemerintah Halmahera Tengah diminta mencabut seluruh izin perusahaan tersebut dan membebaskan Karst Sagea dari ancaman tambang batu gamping maupun nikel. Bagi warga, melindungi karst bukan hanya soal mempertahankan alam, tetapi mempertahankan masa depan,” ujarnya.

Bagi warga dan pegiat lingkungan, melindungi Karst Sagea adalah mempertahankan kehidupan itu sendiri. Mengorbankannya demi tambang hanya akan meninggalkan kerusakan yang tak dapat diperbaiki, bukan kesejahteraan yang dijanjikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *