Pop Culture

Kalibrasi Frekuensi: Timur Bersuara, Musik Bertumbuh Lewat Bunyi dan Solidaritas

78
×

Kalibrasi Frekuensi: Timur Bersuara, Musik Bertumbuh Lewat Bunyi dan Solidaritas

Sebarkan artikel ini
Panggung "Kalibrasi Frekuensi" di Benteng Oranje, Ternate. Band KakekSugi.Experimental tampil dengan balutan simbol-simbol perlawanan sosial, membawa pesan kebebasan bagi warga lingkar tambang.

Kendali – Di tengah malam Kota Ternate yang diguyur hujan, musik tetap berbicara lantang dari panggung Benteng Oranje. Gelaran “Kalibrasi Frekuensi”, sebuah event musik hasil kolaborasi Timur Bersuara x KONG, menjadi titik temu para musisi, aktivis, dan penikmat musik lintas genre yang menyuarakan semangat solidaritas, kebebasan, dan perlawanan sosial lewat lantunan bunyi.

Dibuka dengan deretan penampilan dari 8 band lokal dan regional, acara ini menjadi medium untuk menyalakan ulang semangat pergerakan musik di Maluku Utara, yang selama ini bertahan lewat kerja-kerja kolektif. Dari sore hingga malam, atmosfer di dalam Benteng Oranje berubah menjadi ruang kalibrasi—menyatukan frekuensi-frekuensi liar dari berbagai spektrum suara.

Herman Mahifa, yang dikenal sebagai Kepala Suku Music Corner, menyebutkan bahwa Kalibrasi Frekuensi adalah bentuk sinergi antara gerakan musik dan ruang publik yang selama ini jarang disentuh.

“Kami berupaya membangun kembali ekosistem musik yang inklusif, tidak hanya sebagai hiburan, tapi juga sebagai medium artikulasi sosial dan budaya. Ini tentang bagaimana bunyi bisa menjadi bahasa kolektif,” jelas Herman.

Salah satu penampilan paling mencolok datang dari KakekSugi.Experimental. Dengan balutan topeng dan distorsi suara elektronik yang kelam, mereka mengirimkan pesan-pesan simbolik yang menggugah. Tak hanya soal bunyi, mereka juga menyuarakan dukungan atas pembebasan 11 warga Maba Sangaji yang ditahan karena perjuangan lingkungan.

“Ini bukan sekadar panggung musik, tapi ruang untuk menyatakan sikap. Kami hadir untuk menyampaikan: bebaskan tanpa syarat!” tegas vokalis KakekSugi di sela-sela performa mereka.

Tak kalah meriah, penampilan dari Skippy Ska membawa warna yang berbeda. Di tengah guyuran hujan, alih-alih bubar, penonton justru menari bersama di bawah langit basah. Momen itu jadi semacam ritual keakraban—musik, hujan, dan massa yang melebur tanpa batas.

Malam ditutup dengan energi maksimal dari Retronics, band beraliran pop rock yang mengajak semua hadirin melompat dan bersorak. Meski hujan terus mengguyur, tak satu pun penonton beranjak hingga lampu terakhir dipadamkan.

Lebih dari sekadar panggung musik, Kalibrasi Frekuensi juga menjadi ruang tumbuh bagi pelaku ekonomi kreatif. Deretan booth UMKM lokal—dari clothing line, kuliner jalanan, hingga kopi seduh tangan—menghidupkan sisi lain dari ekosistem budaya yang sedang dibangun ini.

Timur Bersuara lewat event ini berhasil menanamkan kembali semangat bahwa musik adalah alat. Ia bisa menjadi ruang rekonsiliasi, kritik, dan tentu saja, perlawanan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *