News

Duo Sayuri Lawan Rasisme: Putus Rantai Diskriminasi Rasial Terhadap Pemain Papua

90
×

Duo Sayuri Lawan Rasisme: Putus Rantai Diskriminasi Rasial Terhadap Pemain Papua

Sebarkan artikel ini
Yakob dan Yance Sayuri (tengah) menunjukkan bukti laporan resmi dugaan ujaran rasisme dan ancaman yang mereka alami kepada pihak Polda Maluku Utara. Mereka didampingi oleh tim hukum Malut United FC dan perwakilan manajemen klub usai pelaporan pada Senin, 6 Mei 2025. Langkah ini merupakan bentuk perlawanan tegas terhadap tindakan diskriminatif dalam dunia sepak bola Indonesia.Foto: FB/Asgar Saleh

Kendali– Pemain Malut United FC, Yakob dan Yance Sayuri, didampingi tim hukum klub, resmi melaporkan sejumlah akun Instagram ke Polda Maluku Utara atas dugaan ujaran kebencian, rasisme, dan ancaman terhadap mereka dan keluarga.

Asgar Saleh, perwakilan manajemen Malut United, menyatakan bahwa pelaporan ini merupakan langkah tegas melawan tindakan rasisme yang tidak hanya menyerang individu, tetapi juga mencoreng nilai-nilai kemanusiaan dan solidaritas dalam sepak bola.

“Hari ini saya bersama tim hukum Malut United FC mendampingi Yakob dan Yance Sayuri ke Polda Maluku Utara untuk melaporkan akun-akun IG milik beberapa orang yang dengan sadar telah melakukan ujaran kebencian, tindakan rasisme disertai pengancaman terhadap Yakob dan Yance bersama keluarga,” ujar Asgar Saleh.

Manajemen klub menegaskan komitmennya untuk memastikan proses hukum berjalan efektif dan berharap pihak kepolisian dapat menindaklanjuti kasus ini secara profesional.

“Rasisme adalah tindakan haram dalam sepak bola yang mengusung nilai-nilai universal dalam lanskap kemanusiaan dan solidaritas. Dan karena itu, rasisme mesti dilawan dengan upaya hukum yang serius dan pasti,” tambah Asgar.

Sebelumnya, Yakob Sayuri mengalami serangan rasisme di akun Instagram-nya setelah pertandingan melawan Persib Bandung pada 2 Mei 2025. Serangan serupa juga pernah dialami oleh pemain lain seperti Yabes Roni dan Alta Ballah.

Malut United FC berharap langkah hukum ini menjadi peringatan bagi pelaku rasisme dan mendorong terciptanya lingkungan sepak bola yang inklusif dan bebas dari diskriminasi.

Rasisme terhadap Pemain Papua: Luka Lama yang Belum Sembuh

Kasus yang menimpa Yakob dan Yance Sayuri bukanlah yang pertama. Selama bertahun-tahun, pemain asal Papua sering menjadi sasaran ujaran bernuansa rasis di stadion maupun media sosial. Pada 2013, pemain Persipura Jayapura, Patrich Wanggai, sempat mendapatkan hinaan rasis dari tribun lawan. Tahun 2020, gelandang Persija Jakarta saat itu, Marc Klok, turut bersuara mengecam ujaran rasis terhadap Osvaldo Haay. Bahkan ikon sepak bola Papua, Boaz Solossa, pernah mengungkap bahwa rasisme terhadap pemain Papua adalah kenyataan yang menyakitkan namun masih dianggap biasa di lingkungan sepak bola nasional.

Meskipun berbagai kampanye “anti-rasisme” pernah digaungkan oleh federasi dan klub, kasus-kasus ini terus berulang—mencerminkan minimnya keseriusan dalam penanganan dan edukasi publik.

Langkah Yakob dan Yance adalah momentum penting: bahwa rasisme bukan hanya pelanggaran etika, melainkan tindak pidana yang harus diproses secara hukum. Ini menjadi alarm keras bahwa sepak bola Indonesia tak akan benar-benar maju jika masih membiarkan warna kulit dan asal daerah menjadi alasan perundungan.

PSSI sendiri memiliki mekanisme sanksi yang tegas terhadap klub yang suporternya melakukan tindakan rasisme. Berdasarkan Kode Disiplin PSSI, klub bertanggung jawab atas perilaku penonton selama pertandingan. Jika suporter terbukti melakukan tindakan rasis, klub dapat dikenai sanksi berupa denda, larangan menggelar pertandingan dengan penonton, atau kombinasi keduanya.

Sebagai contoh, pada tahun 2023, Komite Disiplin (Komdis) PSSI menjatuhkan sanksi kepada Persika Karanganyar berupa larangan menggelar satu pertandingan dengan penonton setelah adanya tindakan rasis dari suporter mereka selama pertandingan Liga 4 Nasional.Apakah sanksi tersebut akan jatuh pada Persib Bandung?!

Selain itu, Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, menegaskan bahwa tindakan rasisme tidak dapat ditoleransi dan klub harus bertanggung jawab atas perilaku suporternya. PSSI berkomitmen untuk menindak tegas setiap bentuk diskriminasi dalam sepak bola Indonesia.

Dengan adanya regulasi ini, diharapkan klub-klub lebih proaktif dalam mengedukasi dan mengontrol perilaku suporternya untuk menciptakan lingkungan sepak bola yang inklusif dan bebas dari diskriminasi.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

kendali Banner