Opini

Teori Pembangunan ; Taliabu Masih Jauh Dari Harapan

173
×

Teori Pembangunan ; Taliabu Masih Jauh Dari Harapan

Sebarkan artikel ini

Teguh Tidore – Penulis Lepas Penikmat Coklat Panas.

kendali– Kabupaten Taliabu ketika penulis menyebutkan maka terlintas adalah kabupaten terjauh dari Maluku Utara. Begitu jauh sampai kita membutuhkan berhari-hari untuk sampai. Jika menggunakan kapal maka rute yang harus kita lewati dimulai dari pelabuhan Ahmad Yani Ternate-Sanana (Sula) jarak tempuh satu hari, kemudian Sanana-Bobong satu hari, Artinya kita membutuhkan 3 hari 2 malam untuk sampai di Bobong Ibu Kota Taliabu.

Taliabu memiliki potensi yang cukup besar, Memiliki Tambang, Perusahan Kayu, dan sumber daya alam yang cukup melimpah. Semenjak dimekarkan pada tahun 2013 berarti sudah hampir 10 tahun lebih. Itu artinya sudah banyak potensi dan kebijakan yang mampu memberikan untuk kepentingan masyarakat. Minimal dalam persoalan Infrastruktur. Namun apakah semua itu terlaksana dengan baik.

Tulisan ini lahir sebagai asumsi pengamatan lapangan penulis.Ketika seminggu lebih di Kota Bobong, Kita mulai dari Infrastruktur Jalan semenjak Bupati Aliong Mus menjabat hingga hari ini, Jalan lingkar kota Bobong masih banyak yang terbengkalai, bukan hanya rusak akan tetapi meluap dengan kondisi tidak terkendali. Padahal jalan merupakan penghubung perekonomian Masyarakat, selain itu, di dalam kota Bobong penyerapan selokan air bahkan tidak ada sama sekali, depan-depan rumah kepala dinas dibiarkan begitu saja, ketika intensitas hujan yang tinggi maka Luapan air terjadi, banjir dimana-mana, dari upaya ini, sebenarnya kita sudah menafsirkan bahwa kebijakan daerah belum memiliki pemetaan tata kelola kota yang baik.

Didalam buku Runtuhnya Teori PEMBANGUNAN dan Globalisasi yang tulis oleh Mansour Fakih secara terang memetahkan bagaimana pembangunan itu tidak memberikan desentralisasi terhadap masyarakat. 

Teori Pembangunan Mansour Fakih

Pembangunanisme sebagai salah satu paradigma dan teori perubahan sosial dewasa ini berada pada masa krisis dan mengalami kegagalan penerapan di berbagai negara Dunia Ketiga. Walaupun konon yang paling dicemaskan dari gagasan pembangunanisme bukanlah kegagalannya, melainkan justru keberhasilannya. Karena keberhasilan pembangunanisme akan mengantarkan dunia pada perspektif tunggal, yang secara budaya dianggap menghancurkan peradaban manusia.

Meskipun demikian, suatu diskursus baru sebelum kejatuhan kapitalisme di Asia ini terjadi telah mulai dibangun dengan percobaan untuk memperbaiki atau mereformasi sistem kapitalisme. Sebagai suatu proses reformasi dan bukan transformasi, maka pendekatan, ideologi, dan struktur diskursus baru tidak jauh berbeda dengan sistem, struktur, dan ideologi yang dijadikan landasan teori pembangunan. Diskursus baru itulah yang dikenal dengan nama globalisasi.

Di dalam buku tersebut menunjukkan bagaimana teori pembangunan telah gagal mewujudkan sebuah tatanan masyarakat yang adil sejahtera tanpa eksploitasi. Selain menyajikan berbagai macam alternatif teori perubahan sosial lengkap dengan berbagai perdebatan dan kritiknya, buku tersebut mengupas refleksi terhadap pembangunanisme dan refleksi menuju era pasca-pembangunan, termasuk di dalamnya ancaman globalisasi.

Analisa lapangan 

Maka betapa mirisnya ketika kita menghubungkan pembangunanisme yang hanya memelihara Eksploitasi dalam pembangunan, pemerataan pembangunan hanya dijadikan boneka kekuasaan, yang tidak memiliki, sekali lagi “pemerataan pembangunan”, bahkan masyarakat justru di nina-bobokan dengan kekuatan kekuasaan, sehingga pemimpin justru bukan lahir dari masyarakat melainkan dijadikan sebagai kekuatan untuk di segani.

Bukan hanya itu, 10 Tahun kepemimpinan yang dibawakan oleh Aliong perlu dikaji kembali, perlu evaluasi kembali. Penulis pernah bertanya kepada masyarakat, apakah Taliabu sudah maju dengan tegas mereka menjawab apanya maju, dalam catatan lain, Taliabu dalam data dimana Hasil Capaian IP SPM Tahun 2024 – dari 10 Kabupaten Kota di Maluku Utara Taliabu berada di paling rendah dengan angka 0,00 persen sementara paling tertinggi adalah Kota Tidore 68,97 Persen, ini membuktikan bahwa posisi Taliabu dalam penyelenggaraan pemerintah SPM itu tidak berjalan dengan baik, bahkan bisa dibilang tata kelola pemerintahan secara kebijakan publik masih jauh dari harapan masyarakat.

Tidak hanya itu Anggaran APBD yang setiap tahun menelan hingga 600 M belum mampu memberikan akumulasi terhadap pemerataan pembangunan kesejahteraan Ekonomi. Maka pertanyaan hanya satu, apa yang dilakukan oleh pemerintah? 

Taliabu masih perlu banyak perhatian memerlukan banyak riset mulai dari berbagai sektor, Akademisi, Ekonom, Kebijakan Publik, bahkan Tata Ruang Kota, masih banyak dipimpin yang bukan pada bidang dan ahlinya. Yang pada akhirnya berdampak pada pembangunan kota.

Algoritma kesenjangan sosial justru masih sangat tampak terlihat, rumah-rumah pribadi kepala dinas, semisalnya rumah kepala Dinas pendidikan Taliabu yang juga menjadi Calon Bupati Taliabu Citra Puspasari Mus, ketika diamati memiliki rumah yang begitu mewah di tengah kondisi sosial masyarakat yang masih membutuhkan sentuhan pemerataan kesejahteraan. Bagaimana bisa, seorang kepala dinas saja memiliki rumah semewah itu, sementara kondisi daerah masih membutuhkan kesejahteraan. 

Dalam satu kesempatan yang lain Bapak Pemekaran Taliabu Ahmad Hidayat Mus ( AHM) juga pernah menyinggung soal pembangunan Taliabu, AHM Bilang 10 Tahun Taliabu dimekarkan tapi lihat apa terjadi saat ini, becek dimana mana, AHM menyinggung pihak Kepolisian dan Kejaksaan Jangan diam, segara periksa dan awasi. Seorang AHM saja memberikan kritikan yang begitu pedas pada pembangunan di Taliabu. Lantas mengapa semua terlihat baik-baik saja.

Saya percaya Taliabu tidak akan berkembang jika masih memelihara praktek politik balas budi, yang hanya memelihara kesenjangan di dalam berbagai konsumsi kepentingan kekuasaan, yang berkuasa dialah akan selalu dihormati dan dihargai.

Tulisan ini sedang mendeteksi bagaimana para pengamat, penulis, bahkan BPK, KPK untuk turun merespon daerah. Karena sekali lagi ke Taliabu berbeda dengan bepergian ke Halbar, Halut, Halsel, perjalanan ke Taliabu tidak semudah itu. Kita perlu melewati laut Capalulu, atau kondisi cuaca yang kadang tidak baik-baik saja. Ini membuktikan bahwa Taliabu perlu perluasan kebijakan daerah, perlu perhatian. Bayangkan pergi Sofifi ibu kota nya sendiri memerlukan waktu selama itu, bahkan anggaran biaya yang tidak sedikit. dengan kapal kita memerlukan uang di angka sejuta, justru lebih dekat ke Sulawesi Tengah, Kota Luwuk, Kendari atau Banggai. Itulah yang menjadikan tulisan ini terlahir.

Akhir tulisan ini penulis justru hanya memerlukan bagaimana kita menentukan arah perjuangan baru, jika tidak tulisan ini akan sampai pada pembaca terutama pada mereka yang merasa lahir dan dibesarkan di Taliabu, bahwa pertanyaan hanya satu? Jangan diam soal masa depan Taliabu. Semoga. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *