Opini

Kerja Kebudayaan, Arsip dan Solusi Kota

81
×

Kerja Kebudayaan, Arsip dan Solusi Kota

Sebarkan artikel ini

Opini: Teguh Tidore – Pegiat Literasi

Dalam satu kesempatan saya pernah bertanya pada Muhidin M Dahlan, tentang makna membaca buku, spontan Muhidin menjawab, jangan memaksakan orang untuk menyukai buku apalagi untuk membaca. Setiap orang sudah punya kehendak pemahamannya sendiri.

Muhidin M Dahlan adalah seorang penulis, pendiri radio-buku dan  warung-arsip yang berdomisili di Yogyakarta. Saya pernah mengarsip selama 2 bulan di tempat beliau di Bantul Yogyakarta, selama 2 bulan, pekerjaan hanyalah mengkliping  majalah tahun sebelum kemerdekaan, anehnya majalah tersebut adalah merek-merek motor astrea dari setiap seri tahun pengeluaran. Artinya apa faedah ( tujuan ) dari yang sebenarnya perlu saya dapatkan. Maka untuk menuju pada prinsip dasar atas pertanyaan itu, saya perlu bertanya seberapa penting membaca, menulis, bahkan mendesain sebuah kota literasi, perlu kiranya saya uraikan bagaimana sebuah kota atau masyarakatnya bekerja. Lalu apa yang Muhidin Lalukan itu, sampai hari ini masih terus tumbuh bahkan makin mekar, tulisannya dimana-mana kita baca, program pengarsipan berkembang pesat, bahkan diundang untuk berbicara soal arsip dan dunia perbukuan. Dan itu bukan lahir begitu saja, ada proses yang tidak mudah.

Perjalanan penulis Muhidin adalah contoh dari titik temu terhadap dunia perbukuan, menulis atau perkembangan literasi. Kerja pengarsipan Muhidin bukan baru dilakukan sekarang, tetapi sudah bertahun tahun perjalanan dilewatinya, saya juga baru memahami ketika melakukan pengarsipan, membutuhkan ketenangan tersendiri, dengan adanya kerja-kerja pengarsipan bagi saya ini juga bagian dari perkembangan literasi.

Hampir dalam berbagai literatur bahkan perkembangan dunia teknologi kata literasi atau literer makin akrab di telinga masyarakat, berbagai produk industri kreatif mulai muncul dari berbagai program yang dilakukan oleh pemerintah maupun industri ekonomi kreatif itu sendiri. 

Di Jakarta semenjak Taman Ismail Marzuki ( TIM ) tampil dengan wajah barunya, berbagai pusat kegiatan kebudayaan mulai tumbuh, dari diskusi seni, musik, buku, teater, bahkan program berkelanjutan tumbuh subur. Dalam beberapa tahun terakhir pemerintah melalui kemendikbudristek membawa angin segar untuk pelaku kesenian, pengembangan kegiatan kebudayaan melalui program-program kementerian, misalnya industri film mulai bermunculan, teater, bahkan dunia buku, novel, puisi, cerpen makin eksis dibicarakan. Apakah itu bukan bagian dari perkembangan produk berpikir literasi. 

Maka literasi itu sebenarnya seharunya menjadi modal prinsip dasar dari kemajuan sebuah kota. Di negara-negara maju dunia literasi sudah menjadi gaya hidup, buku atau membaca sudah menjadi rutinitas kebutuhan bukan lagi keinginan.

Hexa-Helix Sebagai Pokok Kemajuan Kota

Pokok-pokok kemajuan kota tidak bisa terlepas dari 6 unsur dasar yang dunia sekarang mengenal dengan hexa helix yaitu kolaborasi Akademia, Business, Aggregator, Government, Community, dan Media ke enam dasar kolaborasi tersebut seharusnya menjadi dasar pikir kebijakan untuk bisa membangun kekuatan jejaring kota yang punya nilai-nilai edukasi dan kreativitas di masyarakat. 

Bandung, Jakarta,  Jogjakarta, Banyuwangi, adalah kota-kota yang paham betul bagaimana kolaborasi dan jejaring bekerja. Bila jejaring ilmu hexa helix bisa menjadi dasar pikir dari kehidupan masyarakat, barangkali kegelisahan kita selama ini terhadap dunia literasi bisa dipakai untuk perkembangan kota. 

Hampir di kota-kota besar- kalau kita amati, setiap dinas atau kantor-kantor mereka sudah terjaring pola pikir masyarakat dan pemerintahannya; misal, kantor-kantor sekarang di dalamnya sudah ada Coffee Shop, tempat santai ala coffee. Ditaman-taman kota sudah memiliki perpustakaan keliling dengan model desain sangat industrial seperti dibuat Jakartabookhive cek ig-nya. 

Jika sinergi pemerintah memiliki ruang-ruang kolaborasi dan jejaring yang terus intens. Maka ide-ide akan tumbuh di masyarakat, perlu kita memahami, pergerakan pelaku seni sudah banyak memiliki simpul-simpul kreativitasnya sendiri. Maka perlu kita sama-sama menjaga pergerakan kreativitas sebagai modal kekuatan untuk kemajuan kota yang di dalamnya ada masyarakat sebagai pusat pergerakan kreatif.

Ruang Arsip

Disisi lain penting untuk mendokumentasikan kerja pengarsipan. Betapa penting arsip sebagai dasar kita terhadap ruang-ruang dan memori kolektif. Masyarakat yang sadar arsip, maka perkembangan kota makin kelihatan identitas kebudayaannya. Jogja, Bali, Lombok, sangat kental dengan kebudayaannya, Jogjakarta misalnya identitas kota sangat berdampak kemajuan, setiap sudut kota kental tulisan ikon tradisi Jawa yang melekat simbol-simbol sejarah. Artinya mereka mampu menjaga sejarahnya dengan nilai-nilai kebudayaan, kebudayaan arsipnya mampu dibentuk hingga diaplikasikan dalam kehidupan masyarakatnya.

Seberapa intensitas kolaborasi pemerintah memberikan edukasi arsip- bagaimana cara mengarsip, pertanyaan itulah yang seharusnya dijawab pemerintah untuk mutu pendidikan dimasyarakat. Sejarah kita besar, namun kehilangan identitasnya, kita hanya memakai narasi sejarah dalam ruang-ruang diskusi, tapi untuk pemanfaatan ruang belum dampak dengan baik. Kita membutuhkan pelaku-pelaku kebudayaan sebagai tokoh yang berpengaruh, tanpa perlu masuk dalam gejolak-gejolak sentimen yang kaku, hampir sebagian orang hebat Maluku Utara sulit membicarakan kemajuan daerah dalam aspek kebudayaan dan kesenian, melainkan argumentasi yang berkembang yang berkesan politis, inilah yang menjadi tugas pemerintah dalam membuka kolaborasi.

Kita perlu bertanya lagi, seberapa pengaruh kita membangun pokok-pokok pikiran kemajuan kota, menjadikan arsip bukan sebagai tumpukan literatur yang penuh dengan debu,  Maka perlu ada pintu-pintu kolaborasi untuk manfaat terhadap ruang, perlu di ingat Identitas dasar pikir budaya kita bukan dibesarkan dengan narasi membaca apalagi menulis melainkan tradisi lisan. Maka tidak perlu memahami arsip hanya soal tumpukan buku, kliping, tapi menjadi wajah kota sebagai kota-kota saya sebutkan di atas.

Seberapa penting Literasi

Pintu masuk literasi adalah peradaban, segala aspek masyarakat membutuhkan literasi sebagai penghubung. Maka untuk sampai pada tujuan dari membangun ekosistem, kita akan bertemu dengan kemajuan, fungsinya adalah kesejahteraan. Cak Nun seorang prosai juga pernah hidup dari menulis, buku-bukunya banyak bercerita tentang kehidupan orang pinggiran dengan gayanya nyeleneh- tapi penuh makna. Bahkan hampir dari 50 buku pernah dia tuliskan, artinya kita akan sampai pada tujuan jika proses dan gagasan itu tumbuh untuk memperbaiki cara pandang.

Cerita Manusia dan Alam
Opini

Ritual Paca Goya di Tidore, tradisi Orom Sasadu dan Sigofi Ngolo di Jailolo, tradisi Paka Kie di Moti, tradisi Padi Orang Tobaru, tradisi Sigofi Ake di Ternate, dan juga orang Tobelo Asli O’Hongana Manyawa menyebut hutan dan alam sebagai orang tuanya.